Main Article Content

Abstract

Archaeology is closely associated with spatial or spatial aspects. Because the material archeological data such as artifacts, features, buildings, and sites containing the inherent spatial information in order to keep the data context. The themes of the archaeological research nowadays often reconstructing the spatial aspects of history and culture. Device Geographic Information System (GIS) is clearly greatly assist the process of archaeological research both in the field and during the process of analysis and presentation of information related to the results of the research. GIS has become the main choice for researchers to update the development of archeology that have been all-digital, practical, and effective. Although the use of GIS in archaeological research is very popular in many countries, in fact the use of GIS in archaeological research in Indonesia is still not that popular. This paper presents the use of GIS tools that allowed to be applied by archaeologists that can be adopted in the analysis and presentation of information and research results, conditions of application of GIS in the current archaeological research, as well as the constraints faced. This paper shows that recently the archaeologists in Indonesia is very enthusiactic in using the GIS for the effective spatial analysis tools. The government is also concerned about the importance of GIS in mapping the spatial data of heritage as well archaeological research locations in order to support the acceleration of One Map Policy.


Ilmu arkeologi sangat erat kaitannya dengan aspek keruangan atau spasial. Karena materi data arkeologi seperti artefak, fitur, bangunan, dan situs mengandung informasi spasial yang melekat agar tidak kehilangan data konteksnya. Tema-tema penelitian arkeologi dewasa ini tidak sedikit yang bertemakan aspek spasial dalam merekonstruksi sejarah dan budaya. Perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG) jelas sangat membantu proses penelitian arkeologi baik di lapangan maupun saat proses analisis dan penyajian informasi terkait hasil penelitian semacam itu. SIG menjadi pilihan bagi peneliti arkeologi dalam mengikuti perkembangan dunia riset yang serba digital, praktis, dan efektif. Walaupun penggunaan perangkat SIG dalam penelitian arkeologi sangat populer di banyak negara, namun kenyataannya penggunaan perangkat SIG dalam penelitian arkeologi di Indonesia belum cukup polpuler. Penelitian ini menyajikan penggunaan perangkat SIG yang memungkinkan diterapkan oleh peneliti arkeologi yang dapat membantu dalam proses analisis dan penyajian informasi hasil penelitian, kondisi penerapan perangkat SIG di dalam penelitian arkeologi saat ini, serta kendala-kendala yang dihadapi. Penelitian ini menunjukkan bahwa dewasa ini perhatian peneliti arkeologi di Indonesia terhadap peran SIG cukup terbuka mengingat kebutuhan perangkat analisis spasial yang efektif. Pemerintah juga menaruh perhatian akan pentingnya SIG dalam memetakan data spasial Cagar Budaya dan Lokasi penelitian arkeologi dalam rangka mendukung percepatan kebijakan One Map Policy atau kebijakan Satu Peta.

Keywords

Sistem Informasi Geografis (SIG) geospasial peneliti arkeologi Kebijakan Satu Peta

Article Details

Author Biography

Muhammad Al Mujabuddawat, Balai Arkeologi Maluku

Peneliti di Balai Arkeologi Maluku
How to Cite
Mujabuddawat, M. A. (2016). Perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Penelitian dan Penyajian Informasi Arkeologi. Kapata Arkeologi, 12(1), 29-42. https://doi.org/10.24832/kapata.v12i1.319

References

  1. Clarke, D. L. (1977). Spatial Archaeology. London: Academic Press.
  2. Claxton, J. B. (1995). Future Enhancements to GIS: Implications for Archaeological Theory. In G. Lock & Z. Stančič (Eds.), Archaeology and Geographical Information Systems (pp. 335–348). London: Taylor and Francis.
  3. Greene, K. (1995). Archaeology: An Introduction, The History, Principles and Methods of Modern Archaeology. Archaeology (3rd ed.). London: Routledge.
  4. Habib, S., & Poniman, A. (2010). Pemanfaatan GIS untuk Rekontruksi Kawasan Strategis Nasional Trowulan. Globe, 12(2), 101–113.
  5. Hakim, Y. F., Riqqi, A., & Harto, A. B. (2014). Kontrol Kualitas dalam Alur Produksi Kartografi Peta di Badan Informasi Geospasial. Jurnal Ilmiah Geomatika, 20(1), 37–46.
  6. Handoko, W. (2008). Kajian Arkeologi Lanskap dalam Konteks Penelitian Situs-situs Negeri Lama di Maluku: Sebuah Kerangka Metodologi. Kapata Arkeologi, 4(6), 84–105.
  7. Hodder, I. (1999). The Archaeological Process: An Introduction. Oxford: Blackwell.
  8. https://www.google.co.id/maps/. (2016). maps image.
  9. Indonesia. Undang-Undang tentang Informasi Geospasial, Pub. L. No. 4 (2011). Indonesia.
  10. Indonesia. Peraturan Presiden, Pub. L. No. 9 (2016). Indonesia.
  11. Kresnawati, D. K., & Atmadilaga, A. H. (2004). Panduan Membaca Peta Rupabumi Indonesia. Bogor: Bakosurtanal.
  12. Maharoesman, Z. R., Suwardhi, D., & Indrajaya, A. (2013). Pembangunan Sistem Informasi Geografis Berbasis Web untuk Kegiatan Ekskavasi Situs Warisan Budaya Indonesia (Studi Kasus: Komplek Candi Batujaya). Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur, 7(2), 35–43.
  13. Munajati, S. L., Anadra, R., & Aprianto, A. (2010). Penentuan Sentra Peta di Wilayah Jakarta dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Globe, 12(1), 68–81.
  14. Mundarjito. (1993). Pertimbangan Ekologi dalam Penempatan Situs Masa Hindu-Buda di Daerah Yogyakarta: Kajian Arkeologi-Ruang Skala Makro. Universitas Indonesia.
  15. Murti, S. H. (2012). Pengaruh Resolusi Spasial pada Citra Penginderaan Jauh terhadap Ketelitian Pemetaan Penggunaan Lahan Pertanian di Kabupaten Wonosobo. Jurnal Ilmiah Geomatika, 18(1), 84–94.
  16. Riadi, B., Syafi’i, A., & Widodo, H. M. (2011). Pembangunan Sistem Informasi Spasial: Studi Kasus Kabupaten Pidiejaya, Provinsi Aceh. Globe, 13(1), 69–76.
  17. Robertson, E. C., Seibert, J. D., Fernandez, D. C., & Zender, M. U. (2006). Space and Spatial Analysis in Archaeology. Calgary: University of Calgary Press.
  18. Schiffer, M. B. (1976). Behavioral Archaeology. New York: Academic Press.
  19. Sharer, R. J., & Ashmore, W. (1979). Fundamentals of Archaeology. California: Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc.
  20. Shaw, I., & Jameson, R. (1999). A Dictionary of Archaeology. Oxford: Blackwell.
  21. Simanjuntak, T. (1999). Metode Penelitian Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
  22. Suantika, I. W. (2012). Pengelolaan Sumberdaya Arkeologi. Forum Arkeologi, 25(3), 185–205.
  23. Sujana, U. (2015). Peran Sistem Informasi Geografis dalam Kajian Delineasi dan Zonasi Situs Liangan. Korakora, 2, 58–65.
  24. Sumarno. (2014). Pemanfaatan WebGIS “Petakita” untuk Dokumentasi dan Sosialisasi Objek Arkeologi. Jurnal Itenas Rekayasa, 18(1), 1–8.
  25. Wheatley, D., & Gillings, M. (2002). Spatial Technology and Archaeology: The Archaeological Applications of GIS. London: Taylor & Francis.
  26. Yuwono, J. S. E. (2007). Kontribusi Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Berbagai Skala Kajian Arkeologi Lansekap. Berkala Arkeologi, XXVII(2), 107–136.