Main Article Content

Abstract

The Pagatan Buginese is a community which living in Pagatan area, Tanah Bambu regency, South Borneo which is culturally identified as Buginese. Even though they are known that their ancestors came from various parts of Sulawesi, the people of this community still identified themselves as separate entity, The Pagatan Buginese. This study use historical, sociolinguistic, and cultural perspective, has revealed that the presences of Buginese in Pagatan occur in several periods. The first period, the Buginese migration to Pagatan in the 18th Century, is the pioneer and founder of Pagatan Kingdom migration. The second period, in the early half of 20th Century, is a large-scale migration caused by Bone War in 1908. The third period, in the second half of 20th Century, is migration when DI/TII Kahar Muzakkar rebellion occurred. Furthermore, in the end of 20th Century, Buginese fisherman communities, who are initially only fishing in Pagatan, gradually bring their family and settle there which is known as pappagatang. The Buginese domination in socio-cultural, economy, and political sector is generated by their ability to adapt to other communities, especially Banjar as the native of Borneo. The Buginese have a number of excellences in agriculture, fishery, maritime, and trading sector, as well as the eminent ethos that rooted from cultural value sirri na pesse (dignity and compassion) and other living philosophy of Buginese.


Orang Bugis Pagatan adalah sebuah komunitas yang tinggal di kawasan Pagatan, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan, yang secara kultural diidentifikasi sebagai orang Bugis. Meskipun Orang Bugis Pagatan mengakui jika leluhurnya berasal dari sejumlah daerah Sulawesi Selatan, namun tetap mengidentifikasi diri sebagai sebuah entitas tersendiri, yaitu orang Bugis Pagatan. Penelitian yang menggunakan perspektif sejarah, sosiolinguistik, dan kajian budaya ini mengungkapkan bahwa keberadaan orang-orang Bugis di Pagatan berlangsung dalam beberapa periode. Periode pertama migrasi orang Bugis ke Pagatan pada abad ke-18, adalah kalangan perintis sekaligus pendiri kerajaan Pagatan. Periode kedua migrasi orang Bugis ke Pagatan berlangsung pada paruh awal abad abad ke-20, merupakan migrasi dalam skala besar yang diakibatkan oleh pecahnya perang Bone tahun 1908.  Periode ketiga migrasi orang Bugis ke Pagatan pada paruh kedua abad ke-20, yaitu saat berlangsungnya peristiwa pemberontakan DI/TII Kahar Muzakkar. Selain itu, pada akhir abad ke-20, terdapat pula kelompok-kelompok nelayan Bugis yang pada awalnya hanya mencari ikan di Pagatan, berangsur-angsur membawa keluarga mereka menetap di sana, yang dikenal dengan istilah pappagatang. Dominasi orang Bugis pada sektor sosial budaya, ekonomi, dan politik disebabkan oleh kemampuan mereka beradaptasi dengan komunitas lain, khususnya orang-orang Banjar sebagai penduduk asli Kalimantan. Orang Bugis memiliki sejumlah keunggulan dalam bidang pertanian, perikanan, kelautan, dan perdagangan, serta memiliki etos kerja yang tinggi yang bersumber dari nilai-nilai budaya siri na pesse (harga diri dan rasa iba) serta filosofi hidup orang Bugis lainnya. 

Keywords

Migrasi Bugis Pagatan identitas ritual

Article Details

Author Biographies

Andi Muhammad Akhmar, Universitas Hasanuddin

Dosen di Universitas Hasanuddin

Burhanuddin Arafah, Universitas Hasanuddin

Dosen di Universitas Hasanuddin

Wahyuddin Pardiman, Universitas Hasanuddin

Dosen di Universitas Hasanuddin
How to Cite
Akhmar, A. M., Arafah, B., & Pardiman, W. (2017). Strategi Budaya Orang Bugis Pagatan dalam Menjaga Identitas Ke-Bugis-an dalam Masyarakat Multikultur. Kapata Arkeologi, 13(1), 73-82. https://doi.org/10.24832/kapata.v13i1.392

References

  1. Abdullah, Irwan. (2006). Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan.Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
  2. Appadurai, A. (1994). Global Ethnoscapes: Notes and Queries for transnational Anthropology. In Modernity at Large (pp. 48-65).
  3. Bakti, A. F. (2010). Diaspora Bugis di Alam Melayu Nusantara. Makassar: Ininnawa.
  4. Geertz, Clifford. (1992). Tafsir Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.
  5. Mansyur. (2011). Diaspora Suku Bugis dan terbentuknya Identitas To-Ugi’ di Wilayah Tanah Bumbu, Residensi Borneo Bagian Selatan dan Timur, Tahun 1900-1942. Citra Lekha, 6(2), 67-82.
  6. Kaplan, A., & Manners, R A. (2002). Teori Budaya. Simatupang, L. (Ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  7. Kramsch, C. (1998). Language and Culture. Oxford: Oxford University Press.
  8. Labov, William. (1972). The Linguistics Consequences of Being a Lame. Language in The Inner City. Pennsylvania: Pennsylvania University Press.
  9. Thomas, Linda dkk. (2005). Language society and power. London: Routledge.
  10. Otavio, Velho. (2000). Globalization: Object-Perspective-Horizon. Journal of Latin American Anthropology, 4(2), 320-339.
  11. Parekh, B. (2000). Rethinking Multiculturalism. London: Palgrave.
  12. Renan, E. (1997). Qu’est-ce Qu’une Nation. Paris: Mille et une nuits.
  13. Ricoeur, P. (1981). Hermeneutics and the Human sciences. Thompson, J. B. (Ed.). Cambridge: Cambridge University Press.
  14. Tsing, Anna. (2000). The Global Situations. Journal Cultural Anthropology, 15(3), 327-360.