Main Article Content

Abstract

In numbers of colonial archaeological research conducted by Balai Arkeologi Ambon, fort has been identified as the main archaeological remains in the Moluccas. The inventory shown that forts distributed in almost every islands of the Moluccas.Various research that has been conducted in the past are still unable to explain the historical context in this region. This situation was mainly based on the fact that these research only identify singluar fort in one area and not the larger spatial context. Adopting the historical-arcaheological perspective,this paper tries to understand the historical context of the forts spatial distribution in the moluccas in the relation to the spice monopoly in the region. This research found that the success of the spice trade monopoly is related to the fortification system developed by VOC in this region.

 

Rangkaian hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Ambon khususnya bidang arkeologi kolonial menempatkan benteng sebagai salah satu tinggalan arkeologi yang dominan di wilayah Maluku. Hasil inventarisasi menunjukkan bahwa bangunan benteng tersebar di hampir setiap pulau di Maluku. Berbagai hasil penelitian yang bersifat eksploratif tersebut dirasakan tidak mampu menjelaskan konteks sejarah sebaran benteng yang ada di wilayah ini. Hal ini disebabkan karena setiap penelitian yang dilakukan hanya mengidentifikasi bangunan benteng dalam suatu daerah sehingga sebaran benteng tidak dipandang sebagai satu kesatuan konteks ruang wilayah tertentu. Melalui perspektif arkeologi-sejarah, tulisan ini berupaya memperoleh gambaran tentang konteks sejarah sebaran benteng khususnya dalam kaitannya dengan masa monopoli cengkih di Maluku. Dengan demikian, diperoleh kesimpulan bahwa keberhasilan sistem monopoli cengkih masa kolonial di Maluku tidak lepas dari sistem perbentengan yang telah dibangun oleh Belanda (VOC) sejak awal penguasaan mereka di wilayah ini.

Keywords

Benteng Kolonial Cengkih Maluku.

Article Details

How to Cite
Mansyur, S. (2014). Sistem Perbentengan dalam Jaringan Niaga Cengkih Masa Kolonial di Maluku. Kapata Arkeologi, 10(2), 85-98. https://doi.org/10.24832/kapata.v10i2.225

References

  1. de Graaf, H.J., 1977. Sejarah Ambon dan Maluku Selatan. Terjemahan Frans Rijoli dengan Judul Asli: De Geschiedenis van Ambon en de Zuid Molukken.
  2. Gill, Ronald Gilbert, 1995, De Indische Stad op Java en Madoera, Disertasi. Universitas Delft.
  3. Hanna, W. A. 1983. Kepulauan Banda Kolonialisasi dan Akibatnya di Kepulauan Pala. Jakarta: PT. Gramedia.
  4. Keuning, J., tanpa tahun. Orang Ambon, Portugis dan Belanda: Sejarah Ambon sampai akhir abad ke-17. Terjemahan Frans Rijoli dengan Judul Asli: Ambonnezen, Portugezeen, Nederlanders: Ambon’s Geschiedenis tot het einde van de zeventiende eeuw.
  5. Knaap, G. 2004. Kruidnagelen en Christenen de VOC en de bevolking van Ambon 16561696. Leiden: Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-en Volkenkunde (KITLV).
  6. Lape, Peter Vanderford. 2000. Contact and Conflict in The Banda Island, Eastern Indonesia 11t h - 17 t h, Disertasion, Department of Anthropology at Brown University.
  7. Leirissa, R.Z., 1973. Kebijaksanaan VOC untuk mendapatkan Monopoli Perdagangan Cengkeh di Maluku Tengah antara Tahun 1615 dan 1652. Dalam Bunga Rampai Sejarah Maluku (I). Jakarta: Lembaga Penelitian Sejarah Maluku.
  8. Mansyur, Syahruddin., 2011. Jejak Tata Niaga Rempah- Rempah dalam jaringan Perdagangan Masa Kolonial di Maluku. dalam Kapata Vol. 7 No. 13, November 2011 ISSN 1858-4101: 20-39. Ambon: Balai Arkeologi Ambon.
  9. Mansyur, Syahruddin., 2012. Tinggalan Arkeologi Masa Kolonial di Wilayah Kepulauan Maluku: Sebuah Evaluasi Hasil Penelitian. dalam Kapata Vol. 8 No. 2, November 2012 ISSN 1858-4101: 85-94. Ambon: Balai Arkeologi Ambon.
  10. Mansyur, Syahruddin., 2013. Perdagangan Cengkih Masa Kolonial dan Jejak Pengaruhnya di Kepulauan Lease. Makalah dalam Kalpataru Majalah Arkeologi Vol. 22 No. 1, Mei 2013. Jakarta: Pusat Arkeologi Nasional.
  11. Marihandono, Joko. 2008. Perubahan Peran dan Fungsi Benteng dalam Tata Ruang Kota. Makalah dalam Wacana: Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya Vol. 10 No. 1, April 2008. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya-Universitas Indonesia.
  12. Miller, J.I. 1969. The Spice Trade of the Roman Empire, 29 B.C. to A.D. 641. Oxford: Clarendon Press.
  13. Pigafetta, Antonio., 1524. First Voyage Around the World, terj. A. Robertson. Manila: Filipiniana Book Guide, 1969, hal. 1-108.
  14. Pires, Tome., 1515. The Suma Oriental of Tome Pires, terj. Armando Cortessao. London: Hakluyt Society, 1944.
  15. Pusat Dokumentasi Arsitektur. 2008. Field Survey Report Mid Year Evaluation: The Inventory and Identification of Fort in Indonesia. Disampaikan dalam Workshop Hasil Indentifikasi Benteng di Indonesia Timur. Jakarta, 12 Juli 2008.
  16. Reid, Anthony., 2011. Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680. Jilid 2: Jaringan Perdagangan Global. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
  17. Ricklefs. M.C. 2010. Sejarah Indonesia Modern: 1200-2008, Cetakan III November 2010. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
  18. Suratminto, Lilie., 2008. Makna Sosio-Historis Batu Nisan VOC di Batavia. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
  19. Tibbetts, G.R. 1979. A Study of the Arabic Texts Containing Material on South-East Asia. Leiden: E.J. Brill for the Royal Asiatic Society.
  20. Tim Penelitian, 2010. Kepulauan Banda, Maluku Tengah, Pusat Perdagangan Pala Abad ke-16-19. Laporan Penelitian Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional.
  21. Turner, Jack., 2011. Sejarah Rempah: Dari Erotisme sampai Imprealisme. Jakarta: Komunitas Bambu.

Most read articles by the same author(s)

> >>