Main Article Content

Abstract

South Sulawesi is a region which has a several culture and megalith tradition that spread in various locations. Of those various forms and kinds of that megalith monument, there are important values that can be reinvented for the society. The purpose is to determine the social dan religious value of megalithic culture in South Sulawesi. In order to recognize those values, a research with an ethnoarchaeological approach has been done through direct observations and surveys in the society which still have megalith tradition, and focused to identify its values and functions in society. This research found that this tradition was developed since the 2nd AD until the 10th to 13th AD. During that period, the settlement system was composed of small communities that occupying highland and lowland. That small community was called wanua which spread across South Sulawesi peninsula. At the present time, that megalith tradition is still found in Torajan community, and in several ritual practices among communities in Enrekang and Soppeng regency, South Sulawesi. Generally, that megalith tradition is endorsing several values such like cooperation and spiritual.


Sulawesi Selatan merupakan suatu daerah yang memiliki beberapa bentuk budaya dan tradisi megalitik (kebudayaan batu besar) yang tersebar di berbagai wilayah. Dari berbagai bentuk dan jenis megalitik itu tentunya memiliki nilai-nilai  yang dapat diterapkan dalam masyarakat. Tujuannya adalah untuk mengetahui nilai sosial dan religi dari kebudayaan megalitik di Sulawesi selatan. Dalam pencapaiannya digunakan pendekatan etnoarkeologi dengan cara melakukan survei di beberapa daerah di Sulawesi Selatan yang memiliki peninggalan megalitik. Selanjutnya dilakukan wawancara dan pengamatan langsung di masyarakat yang masih menggunakan kebudayaan megalitik untuk mengetahui fungsi dalam masyarakat. Penelitian selama ini menunjukkan bahwa kebudayaan ini berawal sekitar abad ke-2 Masehi dan terus berlanjut pada abad ke-10 hingga abad ke-13 Masehi. Sistem permukiman pada masa itu merupakan kelompok-kelompok komunitas yang menempati wilayah ketinggian dan dataran rendah. Pada awal terbentuknya populasi disebabkan adanya berbagai daerah otonom kecil yang disebut wanuwa yang terdapat di beberapa daerah di seluruh semenanjung Sulawesi Selatan. Budaya ini masih berkesinambungan hingga sekarang pada masyarakat Toraja, atau dalam praktek ritual seperti di Enrekang dan Soppeng, Sulawesi Selatan. Pada umumnya kebudayaan megalitik mengandung nilai-nilai kerjasama dan gotong royong serta religi yang menonjol.

Keywords

tradisi ritual permukiman

Article Details

Author Biography

nfn Hasanuddin, Balai Arkeologi Sulawesi Selatan

Peneliti di Balai Arkeologi Sulawesi Selatan
How to Cite
Hasanuddin, nfn. (2016). Nilai-Nilai Sosial dan Religi dalam Tradisi Megalitik di Sulawesi Selatan. Kapata Arkeologi, 12(2), 191-198. https://doi.org/10.24832/kapata.v12i2.313

References

  1. Buijs, Kees. (2009). Kuasa Berkat Dari Belantara dan Langit, Struktur dan Transformasi Agama Orang Toraja di Mamasa Sulawesi Barat. Makassar: Ininnawa.
  2. Bulbeck, D. (2004a). Indigenous Traditions and Exogenous Influences in the Early History of Peninsular Malaysia, Dalam Southeast Asia from Prehistory to History, edited by Bellwood, P. and Glover, I. (eds.) London: Routledge Curzon.
  3. Duli, Akin. (2012). Budaya Keranda Erong di Tana Toraja, Sulawesi, Indonesia. Tesis PhD. (tidak diterbitkan). Universiti Sains Malaysia, Pulau Pinang.
  4. Handini, Retno. (2008). Upacara Tarik Batu di Tana Toraja dan Sumba Barat: Refleksi Status Sosial dalam Tradisi Megalitik. Dalam Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Arkeologi XI di Solo, 437-445. Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia.
  5. Harrisson, Tom. (1958). A Living Megalithic in Upland Borneo, The Sarawak Museum Journal Vol.VIII No. 12 (New Series), No. 27 (Old Series), 694-702.
  6. Hasanuddin. (2000). Peninggalan Megalitik di Situs-situs Nias Selatan: Kajian Bentuk dan Fungsi. Tesis. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Jakarta.
  7. Hasanuddin. (2003). Pola Permukiman Masyarakat Toraja. Dalam buku Toraja Dulu dan Kini (Editor: Akin Duli dan Hasanuddin). Makassar: Refleksi Pustaka.
  8. Hasanuddin. (2015). Kebudayaan Megalitik di Sulawesi Selatan dan Hubungannya dengan Asia Tenggara. Thesis Ph.D. Pulau Penang: Universiti Sains Malaysia.
  9. Hitchner, Sarah. (2009). The Living Kelabit Landscape: Cultural Sites and Landscape Modifications in The Kelabit Highlands of Sarawak, Malaysia, The Sarawak Museum Journal 46(87): 1-76.
  10. Koentjaraningrat. (1985). Ritus Peralihan di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
  11. Mauss, Marcel. (1992). The Gift, Form and Functions of Exchange in Archaic Societies. Terjemahan oleh Parsudi Suparlan: Pemberian, Bentuk dan Fungsi Pertukaran di Masyarakat Kuno. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
  12. Pelras, Christian. (2006). Manusia Bugis. Terjemahan buku The Bugis oleh Abdul Rahman Abu, Hasriadi, Nurhady Sirimorok. Jakarta: Nalar.
  13. Renfrew, Colin and Bahn, Paul. (1991). Archaeology: Theories, Method, and Practise. London: Thames and Hudson.
  14. Rouse, Irvin. (1972). Settlement Patterns in Archaeology. Man, Settlement and Urbanism. Dalam P. J. Ucko, Ruth Tringham and G. W. Dimbledy (Eds.). 95–107. England: Duckworth.
  15. Rousseau, J. (1990). Central Borneo: Ethnic Identity and Social Life in A Stratified Society. Oxford: Clarendon Press.
  16. Simanjuntak, Harry Truman (Ed.). (2008). Austronesian in Sulawesi. Jakarta: Center for Prehistoric and Austronesian Studies (CPAS).
  17. Soejono, R.P. (ed.). (1984). Sejarah Nasional Indonesia I. Jakarta: Balai Pustaka.
  18. Yuniawati, Dwi Yani. (2006). Kubur Batu Waruga di Sub Etnis Tou’mbulu, Sulawesi Utara. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional: 24.
  19. Yuniawati, Dwi Yani. (2010). Temuan Tradisi Budaya Austronesia Akhir Protosejarah (Megalitik) di Lembah Besoa, Sulawesi Tengah. Bulletin Naditira Widya 4(2), 175-191.
  20. Yuniawati, Dwi Yani. (2014). “Laporan Penelitian Arkeologi, Potensi Peradaban Megalitik di Lembah Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan” (belum terbit).