Main Article Content

Abstract

Ki Buyut Trusmi Site is a burial site bounded by walls surrounding the complex site. In the complex area of the site, several buildings scattered in the barrier wall of the spatial division sites as many as 4 cemetery yard; West, East, Central, and North. The buildings are in the midst of hundreds of tombs in the complex area of the site. Based on the results of an overview of the physical form and position of the object of those buildings, it is understood that every buildings has its function and symbolic meaning. The position of the components of the building symbolically form a plan groove toward the main location of the most sanctified, the graves of Ki Gede Trusmi and Prince Trusmi in North yard site. Based on symbolic significance and hundred of tombs scattered in the area of the site, they are clearly show a blend of Islamic buildings affected by local culture which already existed, with the animism and Hindu-Buddhist. Those cultural blends form a pre-Islamic cultural treasures material which tangible on the architecture of the building full of symbolism outside the real Islamic law. Local culture become part of construction to the Islamization of local communities, Islam developed in the area Trusmi shows Islamic character integrative and accommodating to the local indigenous community.

 

Situs Ki Buyut Trusmi merupakan situs pemakaman yang dibatasi oleh tembok keliling yang mengelilingi kompleks situs. Dalam area kompleks situs, berdiri sejumlah bangunan yang tersebar dalam sekat-sekat tembok pembagian halaman situs sebanyak 4 halaman, yaitu Halaman barat, Halaman timur, Halaman tengah, dan Halaman utara. Bangunan-bangunan tersebut berdiri ditengah-tengah ratusan makam di dalam area kompleks situs. Berdasarkan hasil tinjauan terhadap bentuk fisik dan keletakan dari objek bangunan-bangunan tersebut, diketahui memiliki fungsi dan makna simbolik tersendiri. Keletakan komponen-komponen bangunannya secara simbolis membentuk denah alur menuju lokasi utama yang paling disucikan, yaitu makam Ki Gede Trusmi dan Pangeran Trusmi di Halaman utara situs. Berdasarkan makna simbolik yang ditemukan, serta ratusan makam yang tersebar di dalam area situs tampak jelas menunjukkan percampuran antara bangunan Islam yang terbawa pengaruh budaya lokal yang sebelumnya telah ada, yaitu animisme dan Hindu-Budha. Percampuran tersebut membentuk khasanah budaya materi pra Islam berujud pada arsitektur bangunan yang sarat akan simbolisme di luar syariat Islam yang sesungguhnya. Budaya lokal menjadi bagian konstruksi ke Islaman masyarakat setempat, Islam yang berkembang pada khususnya di daerah Trusmi, Cirebon menunjukkan karakter Islam yang integratif dan akomodatif terhadap paham dan kepercayaan lokal masyarakat.

Keywords

Situs Ki Buyut Trusmi Cirebon kabuyutan bangunan Islam kuna makam

Article Details

Author Biography

Muhammad Al Mujabuddawat, Balai Arkeologi Maluku

Peneliti di Balai Arkeologi Maluku
How to Cite
Mujabuddawat, M. A. (2016). Simbolisme Kompleks Bangunan Situs Ki Buyut Trusmi Cirebon. Kapata Arkeologi, 12(2), 175-190. https://doi.org/10.24832/kapata.v12i2.320

References

  1. Ambary, H. M. (1998). Menemukan Peradaban, Arkeologi dan Islam di Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
  2. Anonim. (1993). Keaneka Ragaman Bentuk Masjid di Jawa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
  3. Casta, & Taruna. (2007). Batik Cirebon: Sebuah Pengantar Apresiasi, Motif, dan Makna Simboliknya. Cirebon: Badan Komunikasi Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cirebon.
  4. Darajat, Z. (2015). Warisan Islam Nusantara. Al-Turāṡ, XXI(1), 66–78.
  5. Deetz, J. (1967). Invitation to Archaeology. Garden City, NY: Natural History Press.
  6. Handoko, W. (2012). Perkembangan Islam di Pulau Ambalau: Kajian atas Data Arkeologi dan Tradisi Makam Islam Berundak. Kapata Arkeologi, 8(1), 25–34.
  7. Handoko, W. (2014). Tradisi Nisan Menhir pada Makam Kuno Raja-raja di Wilayah Kerajaan Hitu. Kapata Arkeologi, 10(1), 33–46.
  8. Haris, T. (2010). Masjid-masjid di Dunia Melayu Nusantara. Suhuf, 3(2), 279–307.
  9. Latifundia, E. (2013a). Makna Penataan Peletakan Makam Kuno di Tepi Sungai Cirende Kecamatan Sukadana-Ciamis. Purbawidya, 2(2), 131–141.
  10. Latifundia, E. (2013b). Pengaruh Budaya Pra-Islam pada Makam di Desa Salakaria Kecamatan Sukadana - Ciamis. Purbawidya, 2(1), 12–24.
  11. Latifundia, E. (2014). Nisan Kuno di Garawangi, Kuningan: Hubungannya dengan Islamisasi. Purbawidya, 3(2), 101–114.
  12. Latifundia, E. (2015). Jejak Budaya pada Nisan Kuno Islam di Kuningan. Al-Turāṡ, XXI(1), 30–41.
  13. Muhaimin, A. G. (2006). The Islamic Traditions of Cirebon: Ibadah and Adat Among Javanese Muslims. Canberra: ANU E press.
  14. Mujabuddawat, M. Al. (2013). Tinjauan Arkeologis Kompleks Situs Ki Buyut Trusmi Cirebon. Universitas Indonesia.
  15. Mujabuddawat, M. Al. (2015). Kompleks Situs Ki Buyut Trusmi Cirebon: Tinjauan Bangunan Kuno. Kapata Arkeologi, 11(2), 139–154.
  16. Muliawan, A. (2008). Mengenal Lebih dekat 161 Situs di Kabupaten Cirebon. Cirebon: Badan Komunikasi Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cirebon.
  17. Saptono, N. (2013). Perubahan Kebudayaan pada Masa Transisi Pra-Islam ke Islam di Sumedang. Purbawidya, 2(2), 182–197.
  18. Saringendyanti, E. (1998). Penempatan Situs Upacara Masa Hindu-Buda: Kajian Lingkungan Fisik Kabuyutan di Jawa Barat. Universitas Indonesia.
  19. Soekatno, T. W. (1981). Daftar Inventaris Peninggalan Sejarah dan Purbakala (benda tak bergerak) Jilid III. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
  20. Tjandrasasmita, U. (1975). Islamic Antiquities of Sendang Duwur. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
  21. Tjandrasasmita, U. (1976). Sepintas Mengenai Peninggalan Kepurbakalaan Islam di Pesisir Utara Jawa. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.