Main Article Content

Abstract

This paper aim to examine the local wisdom contained in wérékkada. Wérékkada is a classic Buginese literary form that is still lived by those with Buginese Language and culture backgrounds that serve as an adhesive tool for interpersonal relationships and sources of laws and regulations that can tap the heart, mind and command people to be honest, polite courteous, knowing customs, and manners in social life. This paper describes the local wisdom of Buginese culture that is still practiced in society. The approach used in this study uses two theories namely, pragmatic and sociology of literary approach. The methods and techniques used in this study are descriptive methods, which are described the data as it is. Data was collected using recording techniques, interviews, recording, and literature study. The results can be concluded that wérékkada contains local wisdom such as  honesty, an advice (wérékkada) which contains the basic foundation in establishing relationships between people, perseverance, which is an advice that gives an overview of the daily behavior of someone who has a price high self, firm, tough, faithful to faith, and obedient principle. Meanwhile, sirik ‘malu’ is one of the Buginese way of life, which aims to maintain personal dignity, others or groups.

Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji kearifan-kearifan lokal yang terdapat dalam wérékkada. Wérékkada adalah salah satu bentuk sastra klasik Bugis yang hingga kini masih dihayati oleh masyarakat berlatar belakang bahasa dan budaya Bugis yang berfungsi sebagai alat perekat hubungan antar individu dan sumber hukum serta peraturan yang mampu mengetuk hati, pikiran dan memerintahkan orang untuk berlaku jujur, berperilaku sopan santun, tahu adat istiadat, dan tata krama dalam hidup bermasyarakat. Tulisan ini menggambarkan kearifan lokal budaya Bugis yang hingga kini masih berlaku di dalam masyarakat. Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini menggunakan dua teori yaitu, pendekatan pragmatik dan sosiologi sastra. Metode dan teknik yang digunakan dalam kajian ini adalah metode deskriptif, yaitu memaparkan sebagaimana adanya. Pengumpulan data, digunakan teknik pencatatan, wawancara, perekaman, dan studi pustaka. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa wérékkada dapat mengandung kearifan lokal tentang kejujuran. Petuah-petuah atau wérékkada berisi landasan pokok dalam menjalin hubungan antar sesama, keteguhan, memberikan gambaran dari tingkah laku sehari-hari seseorang yang memiliki harga diri yang tinggi, tegas, tangguh, setia pada keyakinan, dan taat asas. Sementara itu, sirik ‘malu,’ adalah salah satu pandangan hidup orang Bugis yang bertujuan untuk mempertahankan harkat dan martabat pribadi, orang lain atau kelompok.

Keywords

sastra lisan kearifan lokal petuah-petuah leluhur

Article Details

Author Biography

nfn Mustafa, Balai Bahasa Sulawesi Selatan

Researcher at Balai Bahasa Sulawesi Selatan
How to Cite
Mustafa, nfn. (2017). Petuah-petuah Leluhur dalam Wérékkada: Salah Satu Pencerminan Kearifan Lokal Masyarakat Bugis. Kapata Arkeologi, 13(2), 151-162. https://doi.org/10.24832/kapata.v13i2.404

References

    1. Alwi, H., & Sugono, D. (2011). Politik Bahasa. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. googlescholar
    2. Endraswara, S. (2011). Metodologi Penelitian Sastra; Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta. Cops. googlescholar
    3. Fachruddin, A. E., Lagausi, K., & Nur, H. (1985). Pappasenna to Maccae ri Luwuq Sibawa Kajao Laliqdong ri Bone: transliterasi dan terjemahannya kedalam bahasa Indonesia. Ujung Pandang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penelitian dan Pengajian Kebudayaan Sulawesi Selatan LaGaligo. googlescholar
    4. Hall, S. (1979). Budaya, Media, Bahasa: teks utama pencanang cultural studies 1972—1979 Culture, Media, Language. Yogyakarta: Jalasutra. googlescholar
    5. Hamid, A. (2005). Siri’ dan Pesse’ Harga Diri Manusia Bugis, Makassar, Mandar, Toraja. Makassar: Pustaka Refleksi. googlescholar
    6. Harianto. (2004). Burung Arue dan Burung Talokot: Kumpulan Cerita Rakyat Kalimantan Barat. Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas. online
    7. Jemmain. (2016). Wérékkada Salah Satu Pencerminan Kearifan Lokal Masyarakat Bugis. In Bunga Rampai: Hasil Penelitian Bahasa dan Sastra. Makassar: Balai Bahasa Sulawesi Selatan.
    8. Marihandono, D. (2015). Memanfaatkan Karya Sastra Sebagai Sumber Sejarah. In Stella Rose (Ed.), Prosiding Sastra dan Solidaritas Bangsa (pp. 81—91). Ambon: Kantor Bahasa Maluku. googlescholar
    9. Mustafa. (2016). Nilai dan Manfaat yang Terkandung dalam Silasa I. Jurnal Gramatika, III(1), 10—18. online
    10. Pradopo, R. D. (2003). Prinsip-prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. googlescholar
    11. Said, M. (2015). Kearifan Lokal dalam Sastra Bugis Klasik. Retrieved September 29, 2017, from http://www.wacana.co/ online
    12. Sikki, M. (1995). Nilai dan Manfaat Pappaseng Sastra Bugis. Ujung Pandang: Bagian Proyek Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Sulawesi Selatan. googlescholar
    13. Syamsudduha. (2012). Pendidikan Nilai dan Karakter dalam Pappaseng: Refrsentatif Norma dan Falsafah Hidup Masyarakat Bugis. In Prosiding Kongres Internasional II Bahasa-bahasa Daerah Sulawesi Selatan (pp. 310—321). Makassar: Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Barat.
    14. Tang, M. R. (2012). Sastra Bugis Sebagai Dokumen Budaya. In Prosiding Kongres Internasional II Bahasa-bahasa Daerah Sulawesi Selatan (pp. 60—65). Makassar: Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Barat.
    15. Uniwati. (2012). Nilai-Nilai Kearifan Lokal Pantun Sindiran (Apparereseng) Bugis: Tinjauan Hermeneutik. In Prosiding Kongres Internasional II Bahasa-bahasa Daerah Sulawesi Selatan (pp. 322—329). Makassar: Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Barat.
    16. Wellek, R., & Warren, A. (1993). Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. googlescholar