Main Article Content

Abstract

The life of the Malay Duanu community, a remote indigenous community, is started to be exposed recently. Their existence is recognized by the world through the Menongkah Festival that has achieved  the MURI record twice. Unfortanely, following the current globalization progress, the expose of this ethnic group starts  to erodes their culture and language  toward extinction. It is unfortunate as wel that this activity only highlight the ceremonial part. In fact, Duanu people can take advantage of this Menongkah Festival as a medium for the revitalization of Duanu language and culture. If the festival is managed well, then it is believed that this activity will be able to support the emergence of a creative economy that improves the welfare of its supporting community, as well as to revitalize their culture and language. The government should be able to create policies that capable to support the creation of locality-based creative mindset, systems, and practices of the creative industry and to keep prioritizing the existing cultural values. Therefore, through ethnographic methods, the aim of this paper is to offer the model of creative industries based on culture and language of Duanu. If Menongkah Festival is optimally utilized by developing creative undustries, it is believed that the endangered language and culture of Duanu cen be revitalized and people’s live will be more prosperous.

Kehidupan masyarakat Melayu Duanu, sebuah komunitas adat terpencil saat ini mulai mengemuka. Eksistensi mereka diakui dunia melalui Festival Menongkah yang mendapatkan rekor MURI sebanyak dua kali. Namun tanpa disadari, seiring arus globalisasi yang menerpa, mengemukanya suku ini mengikis budaya dan bahasa Duanu secara perlahan ke arah kepunahan. Selain itu sangat disayangkan, kegiatan ini hanya menyorot kemeriahan sesaat. Padahal masyarakat Duanu bisa memanfaatkan Festival Menongkah ini sebagai media revitalisasi budaya dan bahasa Duanu. Apabila dikelola dengan baik, diyakini, kegiatan ini akan dapat menjadi penopang munculnya ekonomi kreatif yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat pendukungnya, sekaligus dapat merevitalisasi budaya dan bahasa mereka. Pemerintah seharusnya dapat membuat kebijakan yang mampu mendukung terciptanya pola pikir, sistem, dan praktik industri kreatif berbasis lokalitas dan tetap mengedepankan nilai-nilai kultural yang ada. Dengan demikian, melalui metode etnografis, tulisan ini bertujuan menawarkan model industri kreatif berbasis budaya dan bahasa Duanu. Jika Festival Menongkah dimanfaatkan secara maksimal dengan mengembangkan industri kreatif, diyakini bahasa dan budaya Duanu yang nyaris punah dapat terevitalisasi serta kehidupan masyarakat pun semakin makmur.

Keywords

Festival Menongkah Duanu revitalisasi Bahasa Duanu industri kreatif

Article Details

Author Biography

Dessy Wahyuni, Balai Bahasa Riau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Researcher at Balai Bahasa Riau
How to Cite
Wahyuni, D. (2017). Festival Menongkah: Revitalisasi Budaya dan Bahasa Duanu Menuju Industri Kreatif. Kapata Arkeologi, 13(2), 163-178. https://doi.org/10.24832/kapata.v13i2.407

References

    1. Abidin, Z. (2014). Kekerabatan Bahasa Akit dan Duanu: Kajian Leksikostatistik. Madah, 5(1), 39-54. online
    2. Advetorial. (2016). 7 Agustus, Dispora Inhil Gelar Festival Menongkah di Pantai Bidari. Retrieved from http://riauone.com/ online
    3. Al-Ma’ruf, A. I. (2015). Pengembangan Sastra sebagai Industri Kreatif: Studi Kasus Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata. In Seminar Nasional Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif (pp. 12-25). Surakarta. online
    4. Amani, A. F. (2012). Peranan Bahasa dalam Persatuan Bangsa. Retrieved from http://m.facebook.com/notes online
    5. Anoegrajekti, N. (2013). Sastra Lokal dan Industri Kreatif: Revitalisasi Sastra dan Budaya Using. Atavisme Jurnal Ilmiah Kajian Sastra, 16(2), 183-193. crossref
    6. Anoegrajekti, N., Setyawan, I., Saputra, H. S. P., & Macaryus, S. (2015). Perempuan Seni Tradisi dan Pengembangan Model Industri Kreatif Berbasis Seni Pertunjukan. Karsa, 23(1), 81-99. crossref
    7. Danardana, A. S. (2011a). Menyongsong Peringatan Hari Bahasa Ibu. In Anomali Bahasa. Pekanbaru: Palagan Press.
    8. Danardana, A. S. (2011b). Pemertahanan Bahasa Melayu Riau. In Anomali Bahasa. Pekanbaru: Palagan Press.
    9. Danardana, A. S., Wahyuni, D., Sarmianti, & Diandini, R. (2013). Duanu Menongkah Resah. Pekanbaru: Palagan Press.
    10. Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia (IV). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. online
    11. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. (2013a). “Denden” Oh “Denden. Citra Riau, Art Edition Art Edition.
    12. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. (2013b). Permainan Anak: Gasing. Citra Riau, Art Edition.
    13. Endraswara, S. (2012). Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. online
    14. Geriya, W. (1996). Hubungan dan Permasalahan antara Pariwisata, Kebudayaan, dan Bahasa. In Pariwisata dan Dinamika Kebudayaan Lokal, Nasional, Global: Bunga Rampai Antropologi Pariwisata. Denpasar: Upada Sastra. googlescholar
    15. Mahyarni, Meflinda, A., Bustam, N., & Tanjung, H. (2015). Mapping dan Strategi Pengembangan Potensi Ekonomi Berbasis Budaya Lokal di Provinsi Riau. Jurnal Aplikasi Manajemen, 13(4), 620-633. online
    16. Nyoman, I. S., & Wayan, I. C. (2014). Pendayagunaan Folklor sebagai Sumber Ekonomi Kreatif di Daerah Tujuan Wisata Bali. Atavisme, 17(1), 71-83. crossref
    17. Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir. (2013). Kabupaten Indragiri Hilir. Retrieved from http://www.inhilkab.go.id online
    18. Purnomo, R. A. (2016). Ekonomi Kreatif Pilar Pembangunan Indonesia, Indonesia. Retrieved from www.nulisbuku.com online
    19. Riswara, Y., Rachmawati, R., Abidin, Z., & Raja Saleh. (2013). Peta dan Kekerabatan Bahasa-Bahasa Komunitas Adat Terpencil di Riau. Pekanbaru: Palagan Press. googlescholar
    20. Saksono, H. (2012). Ekonomi Kreatif: Talenta Baru Pemicu Daya Saing Daerah. Jurnal Bina Praja, 4(2), 93-104. crossref
    21. Suardina, I. W. (2011). Wacana Ekonomi Kreatif (Refleksi Sastra Lisan dan Tulis di Bali). Atavisme, 14(2), 204-213. crossref
    22. Susanti, N., & Ichsani, S. (2012). Industri Kreatif Memerlukan Banyak Promosi. In Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis II (pp. 441-449). Jakarta: Universitas Taruma Negara. online
    23. Tim Redaksi Gurindam 12.com. (2012). Menongkah Kerang: Tradisi yang Tak Lekang oleh Zaman. Retrieved from http://gurindam12 online
    24. Wahyuni, D. (2013, June 29). Dilema Duanu. Riau Pos. Pekanbaru. Retrieved from http://www.riaupos.co/ online
    25. Widiatedja, I. P. (2011). Kebijakan Liberasi Pariwisata: Konstruksi Konsep, Ragam Masalah, dan Alternatif Solusi. Denpasar: Udayana University Press. googlescholar
    26. Zaini, M. (2014). Cerita Lisan “Yong DOllah”: Pewarisan dan Resistensi Budaya Orang Melayu Bengkalis. Madah, 5(1), 1-14. online